Membaca doa qunut termasuk salah satu amalan yang
disunnahkan dalam shalat. Mengenai kesunnahan bacaan qunut shubuh, menurut Imam Nawawi qunut shubuh sunah muakkadah, meninggalkannya tidak membatalkan shalat, tetapi dianjurkan sujud sahwi, baik ditinggalkan sengaja atau tidak.

Qunut shubuh biasanya dibaca pada rakaat kedua setelah selesai membaca tahmid pada saat I’tidal (berdiri tegak seperti posisi semula setelah melaksanakan ruku’) dan boleh juga sebelum ruku’ sambil mengangkatkan kedua tangan. Imam Syafi’i yang menganjurkan membaca qunut dalam shalat Subuh. Pendapatnya ini diikuti oleh mayoritas ulama
ahli hadits. Terdapat beberapa hadits yang menjadi dasar argumentasi Imam Syafi’i dan pengikutnya dalam
menganjurkan membaca qunut pada saat shalat
Subuh. Sedangkan Mazhab Imam Maliki dalam kitab AsySyarh Ash-Syaghir dan Al-Qawanin Al-Fiqhiyah menyebutkan hukum Qunut Shubuh Mustahab (disukai) dan Afhal (lebih utama), namun dibaca secara sir atau tidak bersuara.
Diantara dalil yang menjadi pegangan dikalangan
Mazhab Syafi’i ialah :
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya
kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah Saw
membaca qunut dalam shalat Subuh?” Beliau menjawab:
“Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR Muslim, Hadits nomor
1578).
Kemudian dalam riwayat lain:
Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah Saw terus
membaca qunut dalam shalat Fajar (Subuh) sampai
meninggalkan dunia.” (HR. Ahmad: III/162, HR. Ad- Daraquthni: II/39, HR. al-Baihaqi: II/201 dan lain-lain
dengan sanad yang shahih).
Dua hadits di atas juga dishahihkan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab [3/504]. Imam Nawawi berkata, “Hadits tersebut shahih, diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di antara memastikan keshahihannya adalah Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah
dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.”

Kalau shalat berjamaah, imam dianjurkan mengubah lafal “ihdinî (berilah aku petunjuk)” menjadi “ihdinâ (berilah kami petunjuk)”. Karena dalam pandangan Syekh Zainuddin AlMalibari dalam Fathul Mu’in dimakruhkan berdoa untuk diri sendiri pada saat doa bersama atau pada saat shalat berjama’ah. (Lihat Zainuddin Al-Malibari, Fathul Muin, Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2009 M, halaman 44).


Mengenai usap wajah setelah membaca do’a qunut, maka Syaikh Abu Bakar Syatho, dalam kitab I’anatut Tholibin menjelaskan: ”Tidak disunahkan mengusap wajah dan lainnya setelah qunut. Bahkan sekelompok Ulama mengatakan makruh mengusap semisal dada”.

Terkhusus kepada makmum yang memakai pemahaman tidak ada qunut shubuh seperti Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali serta pengikutnya, maka mereka tetap menganjurkan mengangkat tangan mengikuti Imam dan mengucapkan Aamiin.
Pendapat ini diambil dari pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah dan Syaikh Ibnu ’Utsaimin dalam Maj’mu’ Fatawa Ibnu Taimiyah dan Kutub wa Rasail Ibnu ’Utsaimin. Begitu juga hasil fatwa komisi fatwa Arab Saudi. Pemahaman ulama ini beralasan supaya tidak rusak persatuan. Dan juga berdasarkan hadits Nabi Saw dalam Riwayat Imam Bukhari ”Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk dikuti”

Wallahu a’lam.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *